Selasa, 8 September 2020
I'm gonna dedicate this post to every music, every song that has given life to my barren self. Gravity by Sara Bareilles, Grow As We Go by Ben Platt, Cloud Atlas Sextet, Randevu by Dharma, Eulogy for Evolution Album by Ólafur Arnalds, Sentimental by Julian Velard, Adele, Ariana Grande, Blackpink, Red Velvet, Twice, As Long As I Have Music, and other masterpieces that I might not recall right now. The power of music is indeed amazing. Mereka bisa membantuku meluapkan emosi, menenangkan diri, bahkan menjadi motivasi. Terkadang mereka juga bisa membuatku tenggelam dalam kelabu. Ah...sepertinya tidak begitu positif ya, tetapi rasanya sedihku menjadi lebih cepat selesai setelah mendengarkan lagu-lagu sedih. Aku masih ingat pernah menangis di jalan ketika hujan karena singing along pada sebuah lagu...mmm Fireflies by Owl City.
Kenapa ya, orang-orang bisa memainkan alat musik? Atau kenapa ya, suara mereka bisa jernih? Aku iri, serius, tapi aku juga kagum. Rasanya ingin hangout terus bersama mereka, bernyanyi diselingi deep talks mengenai makna dan tujuan hidup. Pasti menyenangkan. Serasa melupakan kenyataan dan pasti terkenang. Terkenang...kenangan. Ehm. Blour, selain aroma, menurutku suara juga berkaitan erat dengan memori. Ketika mendengarkan sebuah lagu, bisa teringat peristiwa yang lalu. Senang dan berbunga, malu yang membisu, bahkan bekas luka yang kembali lara *sigh* Itulah mengapa aku iri dengan mereka yang berbakat di bidang musik. Mereka bisa dengan bebas memutar memori, lagi dan lagi, bahkan ketika sendiri.
No comments:
Post a Comment