Showing posts with label tentang pikiran. Show all posts
Showing posts with label tentang pikiran. Show all posts

Friday, June 25, 2021

it's okay, right?

Jumat, 25 Juni 2021

Hai, Blour. Hari ini ada event Bidoof di Pokemon GO.

Ehm, anyway, I have something on my mind tentang kepribadian, tipe kepribadian lebih tepatnya. Itu loh MBTI MBTI. Shout out kepada Manda, temen aing yang pagi tadi tweetnya muncul di linimasa. Hal itu membuatku teringat, someone told me that ENFP people tend to push people away. It's in their nature, kata dia. Alih-alih mendengarkan khotbah Jumat, aku malah memikirkan, kenapa, ya? ndak og, aku tetep dengerin. tentang tawakkal. As you may already guess, yes, I am an ENFP and what he said to me, I think that is true. Masalahnya, seingatku aku tidak punya tendensi sebesar itu untuk pushing people away. apa sih padanan push people away? mendorong orang? that's weird. menyingkirkan orang? terlalu kasar? Oke, kembali ke laptop. Kalau aku ingat-ingat, aku mulai ada sikap ini sewaktu...kuliah? I have this dear friend of mine, tapi rasa-rasanya dia kok jadi terlalu terikat denganku. Kemana-mana bersama, bahkan misal aku pergi dengan yang lain dia merasa, umm, cemburu? I don't know. Makanya aku jadi merasa agak kurang nyaman begitu ya, Blour. Akhirnya aku bilang ke diri sendiri mungkin ke dia juga atau orang lain bahwa sebenarnya aku paham kode-kode yang dilontarkan ybs, tapi aku tidak menuruti itu, secara sadar. Menjadi seolah-olah tidak peka. Not being a good friend, in a way.....dan sepertinya keterusan 😅 No, I don't blame anyone. Pikiranku siang ini malah membuatku berpikir, kira-kira kenapa begini? And I think I have found the source. Karena, aku susah untuk menolak sesuatu, untuk berkata 'tidak'. I would say that I am a people person as well as a people pleaser.

Apa hubungannya? Kalau aku pikir-pikir ya, dua label tersebut jadi cukup bertumbuk di dalam diri. Imagine the scenario. Kenalan, terlihat ramah dan baik, because I want to do so. Kemudian ada hal yang membuatku tidak nyaman di tengah jalan, I want to refuse, I want to say 'no', tapi sebagai people pleaser, I found it hard to say so. Kemudian muncul lah sebuah sikap untuk coping with the situation, jjaaaang~ ✨boundaries✨ aku jadi menjaga jarak, menghindar, dan tidak berinisiatif. I'm screwed. The worst part? The other party would have that uncomfortable feeling. I think many people can relate to this particular feeling, cuma aku tidak tahu diksi yang tepat haha.

Padahal ya, Blour, I don't want them to leave my life, but for many cases, they do #sadme. I just want to be friends, but sometimes I don't want to do things together. Jadi, kesimpulannya adalah khotbahnya juga sudah selesai I need to work on my saying 'no' to things that I don't want to. Followed by an...explanation......(?) 

Because it's okay to say 'no', right? ...it's okay right?

TAPI KADANG TUH AKU TIDAK MAU DAN ITU TANPA ALASAN, sebatas I am not up for it, paham nggak sih, Blouuuurrrrr????! Au ah.

Dah, begitu saja. and no, I don't type this during the preach.

Thursday, October 8, 2020

Reality Check

Ah, aku sudah lupa mimpi apa semalam. Padahal aku ingin menjadikannya pembuka postingan kali ini.

Menjelang siang tadi aku terbangun dan mendapati gawaiku tanpa energi. Setelah kunyalakan, usap sana usap sini sembari menunggu nyawa siap diajak pergi (kerja). Aku mendapati kabar yang sepertinya gembira untuk orang yang aku ikuti. Aku cukup terkejut, agak tidak percaya, tapi aku senang karena dia masih melanjutkan hidup. Kemudian aku mandi dan bersiap untuk hari ini. Namun, rasanya aneh. Aku merasa sedih. Merasa hidup ini tidak adil. Air terasa dingin dan busa terasa fana. Terdengar seperti aku melebih-lebihkan, ya? Coba yang ini. Tanpa terasa sudut mataku terasa hangat. Setetes air mata turun dari sana, lambat, selambat guliran jariku ketika sedang di dunia maya. Tersendat, terasa berat. Apakah ini air mata yang pekat? Sebelum makna menghampiri benak, segayung air menderu, menghempasnya layaknya realita. Dia tersapu, membisu.

The stress that I felt while telling myself not to be stressed was a total perpetual terror. I thought a single condensed tear was already pathetic, even unrealistic, but a hysterical cry was worse. Eh, but those two expressed rather different feelings, so maybe I shouldn't be comparing them both. Might as well stop comparing myself to others. This time I had caused my coworker a late lunchbreak. Sheesh. Being late because I had to calm myself down never happened before.

I am the one to blame, aren't I? Tapi, kenapa harus aku? What did I do wrong?

Wednesday, September 9, 2020

happiness?

what would be my happiness?

be able to show my affection to whomever I want without guilt of feeling unfair to others.
be appreciated.
be healthy.
be myself.
feel safe.
finish something.
have stable appetite.
mind my own business without getting the judgement as an uncaring person.
...
not get disturbed by mosquitoes, flies, and cockroaches.
not become a burden to anyone.
not causing trouble to anyone.
not losing chances, maybe.
...
...
...
trust someone...

without fear of getting betrayed.


I wonder why happiness could be so easy, yet sometimes it could be exhausting.

I never meant ill to anyone, tried my best to say the least. Is it not enough?
Is it too much, to ask for the same?

Thursday, December 24, 2015

Lemme Go Abroad

Kamis, 24 Desember 2015


Sore ini mendung Blour, suasananya bikin gampang baper...mendung baper, gerimis baper, hujan deras baper, pokoknya serba baper (baper itu bawa perasaan, mungkin kalau diterjemahkan ke bahasa Inggris jadi emotion leak, soalnya perasaannya ngrembes gitu #krik) ahsudahlah. Ngomong-ngomong sudah di penghujung tahun saja ya tidak terasa. Setelah lengser dari kepengurusan yang aku jalani di kampus, rasanya agak gimana gitu terkadang terlintas juga life goals-ku yang lain yang sempat tak terpikirkan saat aku menjalani kesibukanku sekarang. Salah satunya adalah going abroad, ya, ke luar negeri.

Apakah akan tiba saatnya untukku bisa menggapai tujuan sekaligus mimpiku ini? Kemarin aku melihat postingan teman di instagram, sedang di Thailand, asik tuh meskipun bukan dalam konteks liburan (sepertinya). Selama setahun ini juga ada teman yang update via path sedang di Abu Dhabi, jadi mahasiswa sana ;" Aku yang di sini selama setahun ya cuma bisa kepingin saja, harus menyelesaikan yang di sini dulu baru bisa yang lain. Untuk tahun depan apakah bisa ya, Blour? Semoga masih ada kesempatan sebelum aku lulus :)

Kepingin gitu kan mencoba sesuatu yang baru, di lingkungan yang totally new, dengan orang-orang baru, budaya baru, sistem baru...serba baru, tanpa baper. Masih susah move on dari kenangan-kenangan di sini. Ya tunggu saja Blour sampai saatnya nanti aku menulisimu dari belahan dunia yang berbeda, hihi. Selama itu, aku akan menulis dari sini...hingga tiba waktu untuk mengucapkan selamat tinggal, sampai jumpa, and of course, a proper one..ttyl Blour! xoxo


(np. Inara George - It's Raining; One Direction - Night Changes, Love You Goodbye)

Sunday, June 28, 2015

And V

Sunday, June 28th 2015


Is it normal? Oh, no that's not the question.. Is it acceptable is more of the question.

There have been a lot of thoughts in my mind lately, Blour. Well, not that I have no thoughts in my everyday, it's just sometimes there are times that you have something in particular going on and on and just keep going around like crazy in these narrow head of ours, or is it? Too much heart involved, and a little sprinkles of soul. *sighs* There's this feeling, that you wanted to have something so badly, is it envy? No, I guess not, envy is when you want the same thing that you don't have but others have. Well, practically others have it, no matter what they are, what they they look like, or how they work things out and stuffs. *scoffs* ...and that's really not happening in my life. You know, Blour, that's the thing, that's the...you know...the thorn in my feet, the grudge in my throat, or even the butterfly in my guts.

source: http://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/FriendlessBackground
Sometimes, I envy people, for them who doesn't need to try so hard to fit in and to them that finally fit in. No pretending. Good job society.


(Now Playing: Colbie Caillat - Try)

Wednesday, December 24, 2014

Eksistensi, Frekuensi, Kontradiksi

Rabu, 24 Desember 2014


hai Blour, beberapa orang mungkin menghabiskan malam pada tanggal ini dengan berkumpul bersama keluarga mereka, di rumah, atau di tempat lain. Tidak begitu berbeda denganku, aku berada di tempat lain, dan bersama keluarga...yang lain.

Singkat cerita, mengenai suatu tempat di Jogja, tempat nongkrong atau meet up dengan siapapun itu yang pertama kali aku tahu eksistensinya ketika aku masih usia 15 tahun, kurang lebih. Tempat yang biasa saja menurutku, standar, tetapi tetap teguh berdiri di tengah keramaian kota, dengan beberapa pengunjung yang datang dan pergi. Tidak sepi, tidak begitu ramai, lebih ramai lingkungan di sekitarnya.

Dahulu, pertama kali aku ke sini, aku sempat berpikir bahwa tempat ini mungkin tidak akan bertahan cukup lama, tetapi siapa sangka, sekarang berkembang sangat jauh dari pertama kali aku ke sini. Mungkin ini kedua atau ketiga kalinya aku mengunjungi tempat ini. Cukup nyaman kok, meskipun cukup bising seperti yang telah aku sebutkan. Ditemani segelas eskrim yang setengah penuh dan tiga roll sushi yang belum termakan, juga lagu yang diputar tidak sesuai dengan genre-nya, tidak masalah.

Aku berpikir, apakah orang-orang di sekitarku sekarang sering datang ke tempat ini? Apakah mereka pelanggan tetap yang selalu menyempatkan diri untuk datang ke tempat ini? Mungkin tidak, siapa yang bisa melakukan hal seperti itu? Once in a while, ketika pergi ke suatu tempat, sepertinya akan lebih menyenangkan ketika mendapatkan suasana baru. Bukan begitu? OH? Bukan ya? Tapi seperti itu yang aku pikirkan, Blour.

Aku tidak habis pikir dengan orang-orang yang selalu pergi ke tempat yang sama, bahkan terhadap Ted Mosby and the Gang. Frekuensi yang terlalu sering, atau itu saja yang aku lihat atau yang diceritakan? Mungkin aku akan merasa aneh ketika selalu datang ke tempat ini lagi dan lagi, bosan. Itulah mengapa aku butuh interval...atau mungkin tidak. Interval mungkin tidak se-membantu itu. Ada faktor lain, bukan, bukan tempat lain yang menjadi faktor lain, tetapi aku sendirilah yang menjadi faktor itu. Ketika aku sudah merasa berbeda dengan tempat ini, rasanya akan tetap berbeda, berapa lama aku mengubah interval untuk ke sini, merubah frekuensi, atau merubah destinasi.

Kontradiktif, memang.